Your
promise is my hope
(cerpen
pengalaman)
Jika janji diucapkan
hanya untuk membuat sebuah harapan tak berujung, lalu apa gunanya? Apa gunanya
saling kepercayaan jika didalam sebuah hubungan masih selalu ada tangisan?
Ventika, namaku. Aku
ingin bertanya kepada kalian yang sudah pernah mengalami banyak pengalaman
remaja. Apa semua harapan akan jatuh kepada kesakitan dan tangisan? Jika iya,
aku lebih memilih tidak pernah berharap dan memilih untuk diam jika itu akan
menjadi lebih baik.
Dulu, sebuah pertemanan
yang sangat indah, bahkan duduk pun saling berbagi bangku satu sama lain. Aku
rindu masa-masa itu, dimana aku duduk dikelas dua menengah pertama. Tapi, kini
semua berubah, berawal dari cinta yang tak disengaja dan berakhir pada sebuah
harapan.
Key, dia harapanku.
**
Berawal dari masalah
kecil, karena aku yang menyukainya. Kemudian menjadi sebuah...
**
Senja sudah mulai
nampak, tapi itu tak menghentikan aktivitas kami saat ini. Di aula sekolah
menengah pertama.
“key! Kemari,” shelline
memanggil key, dan key menemuinya. “kau berbaris disini, ya” lanjutnya. Ia
beralih mengedarkan pandangannya, seperti mencari sesuatu. Shelline, dialah
anak yang paling sibuk diantara kami untuk mengatur formasi pementasan ujian
praktik seni budaya besok pagi.
Pandangannya terhenti
padaku, “ventika, kemari” dia memanggilku. Aku menghampirinya.
“kau disebelah key, ya”
aku mematung. Menghentikan langkahku ditengah-tengah aula. Yang benar saja? Apa
kau pernah mendengar istilah perang dingin? Yup! Aku sedang mengalaminya sekarang.
Dan itu, dengan key.
“tidak mau, shell” aku
tersenyum miris saat mendengar key
menolak ucapan shelline.
“jangan dipaksa, biar
aku yang pindah” aku hendak berbalik, tapi shellina menahanku.
“jangan vent” shella
menggenggam tanganku, aku hendak menolak tapi ia malah berteriak kepada key.
“key, berhenti keras kepala! Aku hanya memintamu untuk berbaris didekatnya! Apa
susahnya?!” aku tau, ia melakukan ini supaya aku bisa akrab lagi dengan key.
Aku mengernyit saat
merasakan ada yang sakit didalam diriku. Aku melihat key pergi. Sebenci itukah
kau padaku? Serendah itukah aku dimatamu? Dalam hatiku, aku ingin menahannya
dan mengatakan ‘jangan pergi, tetaplah disini. Aku hanya ingin kita akrab
seperti dulu lagi. Tidak lebih’ tapi, lidahku kelu. Kini ia sudah tak
menganggapku teman lagi. Bahkan mengenalku pun, kurasa cukup mustahil.
Aku terus menunduk
ketika merasa seolah beribu ton balok menindih tengkuk dan kepalaku supaya tak
memamerkan bendungan bening dipelupuk mataku.
**
...kebencian. aku tidak
peernah meminta ini untuk terjadi, senua muncul begitu saja dalam hidupku.
Hingga waktu terus berjalan dan merubah kebencian itu menjadi...
**
Lamunanku terpecah saat
ponselku bergetar, tanda ada sebuah pesan masuk. Aku menyunggingkan senyumku
saat melihat nama pengirim pesan itu-key.
“vent~^^”
Aku mengetik beberapa
k-pad dan menghasilkan balasan darinya.
“aku ingin bicara
sesuatu denganmu”
Senyum yang sedari tadi
kukulum, perlahan lenyap. Berbicara sesuatu? ‘tumben’ pikirku.
‘bicara apa?” setelah membalas pesan darinya, aku
kembali berkutat dengan novelku.
Drrttt... drrttt..
Ponselku kembali
bergetar.
aku ingin bertanya, apa
kau masih mencintaiku?”
Deg!! Aku meringis
kecil saat merasakan ada yang berdetak diatas normal dari diriku. Ini terlalu
mengejutkan untuk dijadikan sebuah kejutan. Dan ini tidak lucu.
Aku membenci diriku
didetik-detik seperti ini. Kenapa tubuhku selalu bereaksi seperti ini jika
mendapat singgungan tentang perasaan? Aku menghapus kasar air mataku. Aku ingin
sembuh dari phobia ini. Phobia laki-laki.
Aku tersenyum miris.
Key! Kau itu bodoh atau apa? Kenapa baru sekarang kau meresponku? Kenapa
setelah sekian jauhnya aku berjalan, kau
baru menghentikanku? Saat dulu aku menyayangimu, kemana saja rohmu?! Kenapa kau
baru sadar sekarang?!
Sekelebat ingatan
terlintas, saat dia memperlakukanku layaknya bukan teman. Kejadian di aula itu,
dua tahun yang lalu, membuatku kembali mengernyit.
Drrttt... drrttt...
Ponselku bergetar lagi.
Aku mengambil udara banyak-banyak dan menghembuskannya. “aku tidak tau” kukirim
balasanku. Mungkin ini terlihat bodoh atau idiot. Tapi siapa peduli?
“aku bertanya, apa kau
masih menyukaiku?”
Aku menggigit bibir
bawahku. Aku menatap tembok didepanku yang seolah-olah tersenyum mengejek
sambil mengatakan ‘selamat menikmati, vent’
“sudah kubilang, aku
tidak tau. Kenapa kau bertanya seperti itu?” dan akhirnya, aku memilih kalimat
itu.
“kalau kau masih
menyukaiku, aku akan berusaha untuk menunggumu. Aku akan mempertahankan mu dan
tak akan mencari gadis lain diluar sana”
Hatiku kembali nyeri.
Terdengar romantis? Iya. Tapi menurutku ini lebih seeperti beribu-ribu anak
panah yang mengobjek satu benda. Ini menyakitkan.
**
...Balasan cinta yang
sudah terlambat bagiku. Jika dulu bisa, kenapa harus sekarang? Disaat diriku
dalam keadaan yang sulit. Ini hanya akan membuat hati yang sudah tertutup
kembali terbuka. Membuat semua berakhir pada keraguan dan harapan yang
menggantung. Disini, akulah pihak yang tersakiti...
Angin bertiup memainkan
surai panjangku. Sore yang indah. Kugenggam erat ponselku. Menjalin hubungan
dengan orang yang tidak sepenuhnya kitai cintai, bagaimana rasanya?
Mengenaskan? Tidak! Karena saat ini aku sedang menjalaninya. Jika kau menebak
orang itu adalah key, maka kau telah melakukan kesalahan besar.
Evin, anak asrama,
kelas dua menengah keatas. Itu kekasihku. Dia anak baik. Apa kaubertanya
bagaimana dengan key? Aku juga tidak tau. Dan janjinya yang ia ucapkan sepuluh
bulan yang lalu, aku juga mulai tak yakin dengan itu. Sekarang kami sudah
jarang berkomunikasi. Alih-alih menepatinya, ia malah menggantungnya sampai
sekarang. Entahlah..
Sekarang saatnya aku
memulai hiidup baru. Walau hati ini menyangkal-bagaimanapun, harapan itu tidak
akan pernah hilang-aku sudah siap menerima resikonya.
Jika mencintaimu adalah
sebuah kesalahan besar, maka lebih baik akan diam dan menungggu kapan janjimu
benar-benar datang kepadaku.
Jika suatu saat nanti
kau menepati janjimu, aku harap itu terakhir kalinya kau membuatku tersakiti.
Dan jika kau mengingkarinya, aku harap langkah yang kuambil ini adalah langkah
yang benar. Walau sebenarnya... salah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar